Pengetahuan Umum: Philosopy Pupuh Pucung Bibi Anu dari Bali


(Pupuh Pucung


Bibi Anu/

Lamun payu luas manjus/
Antenge tekekang/
Yatnain ngaba masui/
Tiuk puntul/
Bawang anggon pasikepan//o//

Philosopy Pupuh Pucung Bibi Anu dari Bali - Bagi yang berasal dari Bali atau yang pernah menikmati indahnya masa kecil di Bali pasti tahu kidung ini, BIBI ANU merupakan salah satu lagu kidung yang cukup popular dan sering di nyanyikan para Ibu-Ibu(atau Dadong?) di Bali untuk anak-anak mereka.
Saya pribadi mulai mengenal BIBI ANU dari sekolah, 4U,8U,8A,8i,4U,8A, harus hafal diluar kepala, maka jadilah tembang macapat pupuh Pucung, BIBI ANU, menjadi salah satu kenangan masa kecil.
Secara harafiah syairnya gampang dan mudah dimengerti karena menggunakan padanan kata yang sangat sederhana. Tapi benarkah sesederhana itu si BIBI ANU ini?

Orang Bali sangat terkenal selalu menyimpan filsafat dimana-mana, bisa dilihat pada tatanan keagamaan, kehidupan sosial dan tata budaya kemasyarakatan Bali dengan ke-Hinduannya. Maka saya pun bertanya ada apa dibalik BIBI ANU?

Karena iseng saya coba membedah apa sih arti dibalik tembang ini, saya tergelitik untuk mencari tahu, menelaah dan siapa tahu kita bisa belajar banyak .

Dari: Wayan Sudarma
KataBIBI ANU menunjuk kepada semua umat manusia
LAMUN PAYU LUWAS MANJUS (kalau mau pergi mandi), kata Mandi mengandung arti kalau mau mencari kesucian, Mandi = untuk bersih/suci.
ANTENGE TEKEKANG ( Anteng = rajin, tekek = erat/kuat, orang yang mau mencari kesucia harus Rajin/ Sadhana/ disiplin tinggi.
YATNAIN NGAEB MUSUHE: waspadalah terhadap musuh (dalam hal ini mungkin musuh yang ada dalam diri kita, spt: sad ripu, sad atatayi, dsb)
TIYUK PUNTUL : tiyuk bermakna senjata yang tanjam dan puntul = tumpul, artinya kecerdasan dab kepinteran jangan dipakai untuk membodohi, menipu orang lain.
BAWANG ANGGEN SASIKEPAN : bawang memiliki pengaruh dingin, artinya kebijaksanaan, welas asih dan kasih sayanglah yang harus dijadikan landasan untuk semua kegiatan

sehingga dapat dipahami bahwa kidung BIBI ANU ini mengajak kita ketika ingin mencari kesucian yang hakiki, kita harus memiliki sadhana yang tinggi (sing dadi anget-anget tain siap dan ragu-ragu...!)) Selalu waspada terhadap musuh yang ada di dalam diri kita yang setiap saat dapat menggoda kita, Kemajuan spiritual yang telah diraih jangan dipakai membodohi orang lain tapi dipakai untuk serve/melayani. Dan dalam berinteraksi dengan yang lain sikap welas asih dan kasih sayang harus menjadi dasarnya.
Dari Semeton Bali
Bibi’ adalah saudara perempuan dari bapak ataupun ibu, dan kata “Bibi” mengandung sifat feminim yaitu seorang perempuan/Ibu, seorang perempuan/ibu adalah merupakan sumber dari keberadaan kita didunia ini, tanpa seorang ibu maka kita tak mungkin ada. Maka bagi kita yang menganut adat ketimuran meletakkan seorang perempuan sebagai segala-galanya, dan yang patut mendapatkan penghormatan yang pertama setelah Hyang Widhi dan para Dewa, jadi betapa mulianya martabat seorang perempuan dimata kita dan merupakan sosok yang selalu kita cari atau yang selalu kita inginkan selalu berada dekat dengan kita (kalau tidak percaya suruh istri anda pergi seminggu saja pasti rumah anda akan kacau dan saya yakin pasti seperti perahu pecah). Demikian hebatnya pesona seorang perempuan/Ibu. Sebenarnya kita tidak perlu mempermasalahkan Gender karena secara apriori kita telah menempatkan perempuan/Ibu pada tempat yang paling mulia, dan betapa kita semua menjaga perempuan/ibu itu dengan segala galanya bila perlu nyawa taruhannya, dapat dilihat betapa seorang remaja yang sedang berjalan dengan kekasihnya (perempuan/cewek) boro-boro ceweknya disenggol orang lain baru dilirik aja kadang udah marah.
Demikian hormatnya kita sama perempuan/Ibu sehingga kita melindunginya dengan taruhan nyawa sekalipun itu karena seorang perempuan/Ibu adalah sumber segalanya bagi kita, makanya seoarang perempuan/Ibu harus mampu mempertahankan kesucian dan kehormatannya dan mampu memberikan kenyamanan di dalam rumah tangga Perempuan Yang Utama dan jangan Jadi sampah masyarakat). Jadi Perempuan / Ibu itu adalah sebagai sumber atau cikal bakal keberadaan di dunia ini.

Anu” artinya sesuatu yang tidak diketahui atau sesuatu yang tanpa nama, apa yang tidak diketahui dan apa yang tidak punya nama itu tidak lain adalah “Ilmu Pengetahuan”
Karena tidak diketahulah maka kita mempelajarinya yang tidak akan pernah habis walaupun dipelajari oleh semua mahluk di dunia ini dari lahir sampai matinya, tidak mempunyai nama maka kita memberikannya nama ada IPA, IPS, Matematika dan sebagainya, namun nama itupun tidak akan mampu mencangkup seluruh ilmu itu karena banyak yang belum bisa kita berikan namanya. Begitulah luasnya yang namanya “Ilmu Pengetahuan” iti, maka rugilah kita menyia-nyiakan waktu belajar kita untuk hal-hal yang tidak penting, pesan utama dari kata anu itu adalah tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya.
Jadi “Bibi Anu”  mengandung makna sebagai  sumber pengetahuan
“Lamun payu luwas mandus”  Lamun artinya jaikalau, payu artinya jadi atau ingin, luwas artinya pergi atau  ketempat lain dan mandus berasal dari  kata me + andus yang artinya mengeluarkan asap atau menyebar.  Makna dari  kalimat “Lamun payu luwas mandus”  adalah bila kita mempunyai keinginan agar dikenal atau menyebar atau diketahui oleh orang diluar kita maka kita harus  senantiasa belajar dan  mengejar ilmu itu, apapun bentuknya,apapun namanya, 0leh karena ilmulah orang akan dihormati dan dikenal oleh orang lain.
Pesan utamanya kepada generasi muda adalah kejarlah ilmu dan jangan pernah merasa bisa atau sudah tahu karena banyak atau lebih banyak hal-hal diluar kita yang tidak kita ketahui dan jangan pernah merasa terlambat karena ilmu itu tidak akan pernah habisnya.

“Antenge tekekang” , anteng sendiri artinya bisa sabuk bisa rajin  dan tekekang artinya kencangkan maka kata antenge tekekang artinya pelihara dan pegang eratlah rajin itu atau bersungguh-sungguhlah dalam mengejar ilmu singkirkan dulu hal-hal yang tidak penting dan kejarlah ilmu itu dengan segala usaha sekalipun harus dengan mengencangkan ikat pinggang sekalipun, maksudnya biaya/usaha yang lain boleh tidak diperhatikan tapi biaya/usaha untuk menuntut ilmu harus ada apapun caranya.

“Yatnain ngaba masui”  artinya hati hatilah membawa masui itu secara harafiah sebenarnya  kata masui itu berasal dari “masuitra” yang artinya berteman. Jadi kita disuruh berhati-hati didalam berteman atau bergaul karena tidak semua teman mempunyai tujuan baik, maka bergaullah dengan orang-orang yang kita rasa orangnya baik. Karena tidak sedikit terutama kaum muda yang salah pergaulan dan terjerumus didalam permasalahan, oleh karena itulah kita harus bias/pandai memilih dan memilah teman kita.

“Tiyuk puntul, Bawang anggen pasikepan”   Tiyuk artinya pisau yang dapat diibaratkan pikiran manusia, sedangkan puntul berarti tumpul/ketul. Kita ini adalah orang bodoh dan betapa bodohnya kita sehingga kita terseret persoalan demi persoalan dan alangkah bodohnya kita karena kita merasa diri paling baik, paling pintar, paling benar dan sebagainya, keluarlah dan pandanglah dunia yang sangat luas ini dan berkacalah pada air agar kita tidak merasa sombong lagi  dan hilangkanlah kebodohan ini agar kita tahu siapa sebenarnya diri kita ini. Alangkah bodohnya kita kalau kita tidak memanfaatkan kesempatan untuk belajar ini secara bersungguh-sungguh. Maka kata orang bijak lebih baik terlambat dari pada tidak (Cuma kalau bayar rekening telat pasti denda).
"Bawang anggen pasikepan”   yang dimaksud disini bukan bawang merah ataupun bawang putih  akan tetapi yang  dimaksud adalah “Bawa” atau “Kewibawaan”  sedangkan pasikepan artinya pegangan (jawa  gaman).  Kita boleh dibilang minoritas, boleh dibilang kere, boleh dibilang bodoh , dibilang pengecut dan sebagainya akan tetapi kita harus punya yang namanya “Kewibawaan” , untuk mendapatkan kewibawaan tersebut kita harus rajin belajar dan senantiasa sikap dan tingkah laku kita didasari oleh yang namanya Dharma yaitu Agama kita Hindu. Maka tanpa disuruhpun orang akan menghormati kita.

Dari Bp. Bagus Suwecana
Bibi anu artinya yen bibihe enu ( speak but not talk) mulut bicara nu ade ne ngugu, kata kata kita ada yg masih percaya sehingga masih ada yg denger.
lamun payu luas maan - dus artinya kalo kita bener-bener mau (lamun payu,) luas maan = luas artinya dibali usaha, maan artinya dapetin apa yg kita mau sedang "dus" artinya bisa dapurnya ngebul ato basa balinya mekedus antenge tekekang artinya rajin disiplin, konsisten yatnain ngaba masui maksudanya hati2 ngabe musuhe diawak ( yg bernama sad ripu) hati hati pula terhadap musuh di luar diri kita, karena rue binede tak bisa dihindari di mana ada kawan pasti ada musuh.

tiuk puntul artinya bila kita punya musuh untuk menghadapinya jangan sekali sekali pakai kekerasan, seperti menjadikan pedang/ senjatamu tumpul (karena bila memakai kekerasan hanya dua akibatnya, masuk UGD ato masuk Bui)
bawang anggon sasikepan = bawang maksudnya bawe /wibawa, pengaruh itulah di jadikan senjata agar menang tampo ngarosake ( menang tak merasa memenangkan agar terhindar dari lingkaran setan menang kalah.
Simbul "Bibi" pada baris pertama, dimaksudkan untuk mereka pengemban fungsi Brahmana (menjaga luhurnya peradaban) yang mana dalam keseharian rumah tangga lebih banyak dilaksanakan oleh para Ibu kaum per"EMPU"an, yang dengan penuh tanggung jawab "Ngempu" kehidupan keluarga lewat yadnya, keteduhan rasa sayang, kesabaran dan ketulusan Cinta Kasih.
Kebulatan tekad untuk melakukan "yadnya" juga sering membangkitkan "keberanian" yang luar biasa bagi seorang Ibu yang bersedia mengalirkan seluruh air matanya demi sang anak untuk memberikan susu, pengorbanan, elusan, kesiapan hidup-mati dan lain-lain hanya bisa diberikan oleh seorang ibu, yang menjadi bernilai "Utama"/Agung", sehingga pada kaum per"EMPU"an ini juga dipersembahkan sebuah gelar kehormatan "WaniTa" (Wani=keberanian, Ta=Utama).

Makna yang dengan sempurna dititipkan dalam frasa "Luas Manjus" berfungsi sebagai penjaga peradaban (keutamaan hidup) itulah maka mereka diharapkan senantiasa melakukan ziarah spiritual untuk Penyucian diri (Tirtha Yatra). Sebuah Tirtha yatra akan sungguh menjadi upaya penjernihan jika dilakukan dengan kemampuan mawas diri secara terus menerus. Sikap mawas diri berarti kemampuan untuk menciptakan ruang kontemplasi pada seluruh bangun aktifitas dan lingkup kehidupan kita.

Maka benar uangkapan pada baris berikutnya yang mengingatkan kita untuk "nekekang anteng" menjada sikap dan indria namun sekaligus juga waspada/awas pada segala fenomena, media dimana sebuah kontemplasi bisa terlaksana, lagi-lagi sebuah pesan yang terkemas apik pada ungkapan "yatnain ngabe masui".

Sadar akan kekurangan diri terutama dibidang ke"adnyanaan", ketumpulan rasa, keterbelengguan duniawi, dan keterbatasn hidup lainnya di satu sisi dan tuntutan untuk senantiasa menjadi penjaga gerbang peradaban manusia di sisi lain, maka upaya mengasah diri menuju tercainya "Pencerahan"/"Sunya" haruslah dilakukan. Perjalanan panjang mengurai makna hidup sesungguhnya akan mengantarkan kita pada tingkat "kepolosan total" yang juga berarti "Sunya" tanpa ikatan material, tanpa kesumpekan ambisi, sifat angkara lainnya. Lakukanlah Tirtha yatra itu seperti kita mengupas bawang, selapis demi selapis sampai akhirnya kita sampai pada inti yang justru "sunya" dari segala keinginan, bebas dari rasa suka maupun duka, Moksah yang sesungguhnya. Pesan terakhir ini tersimpan rapi pada baris penutup Sucita Subidi diatas.

Setelah membaca uraian diatas , maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa :
1.memang orang Bali khususnya, dan Orang Indonesia umumnya sangat dalam filsafat hidupnya. Bahkan sebuah tembang se-sederhana BIBI ANU pun bias di telaah sedemikian dalam, dicerna sedemikian rupa, sehingga kita bisa menjadikannya cermin dalam hidup. Betapa pintarnya leluhur kita..

2.Setiap yang sederhana jangan dianggap sepele, lima belas tahun lalu, saya cuma ngerti BIBI ANU adalah kisah seorang perempuan BIBI yang tidak bernama, mau mandi. Simple sekali. Penalaran dan terus belajar membuka ruang pikiran kita untuk mau membuka lembar-lembar sederhana menjadi sesuatu yang memukau akal, ya BIBI ANU ini.


3.Tiga sudut berbeda saya wakilkan disini, yang saya sangat yakin hanya segelintir dari banyaknya tafsir si Tembang ini. Juga menjadi contoh nyata kekayaan filsafat leluhur kita tidak punah, generasi kita pun kaya akan vision.


Philosopy Pupuh Pucung Bibi Anu dari Bali

0 Response to "Pengetahuan Umum: Philosopy Pupuh Pucung Bibi Anu dari Bali"

Post a Comment